PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
Oleh :
Oleh :
Chandra Ardiansyah / 12505244035
Ibnu Arief H. / 12505244036
Dian Usna Astana Putra / 12505244037
Joni Arisandi / 12505244038
Muh. Mukhtar Bukhori / 12505244039
TEORI BELAJAR
KOGNITIF
Teori belajar kognitif memandang belajar
sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk
dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar
pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses
pengolahan informasi.
Isilah
kognitif (cognitive) berasal dari kata cognition yang padanan
katanya knowing,artinya mengetahui. Dalam arti luas cognition (kognisi)
ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.
Dalam
perkembangan Istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau
ranah psikologis manusia yang meliputi setiap prilaku mental dan berhubungan
dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, dengan pemecahan masalah,
kesenjangan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang terpusat di otak berhubungan
dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah
rasa.
Yang termasuk teori belajar kognitif adalah:
1. Teori belajar Pengolahan Informasi
Gambar tersebut menunjukkan titik awal
dan akhir dari peristiwa pengolahan informasi. Garis putus-putus menunjukkan
batas antara kognitif internal dan dunia eksternal. Dalam model tersebut tampak
bahwa stimulus fisik seperti cahaya, panas, tekanan udara, ataupun suara
ditangkap oleh seseorang dan disimpan secara cepat di dalam sistem penampungan
penginderaan jangka pendek. Apabila informasi itu diperhatikan, maka informasi
itu disampaikan ke memori jangka pendek dan sistem penampungan memori kerja.
Apabila informasi di dalam kedua penampungan tersebut diulang-ulang atau
disandikan, maka dapat dimasukkan ke dalam memori jangka panjang.
Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi karena informasi di dalam memori jangka
pendek tidak pernah ditransfer ke memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi
karena seseorang kehilangan kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah
ada di dalam memori jangka panjang. Bisa juga karena interferensi,
yaitu terjadi apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi
lain.
Ada 2 bentuk pelancaran dalam membangkitkan ingatan, yaitu:
a. pelancaran proaktif
Seseorang mengingat informasi sebelumnya apabila informasi yang baru
dipelajari memiliki karakter yang sama.
b. pelancaran retroaktif
Seseorang mempelajari informasi baru akan memantapkan ingatan informasi
yang telah dipelajari.
2. Teori belajar Kontruktivisme
Teori belajar Kontruktivisme memandang
bahwa:
a. Belajar berarti mengkontruksikan makna atas informasi
dari masukan yang masuk ke dalam otak.
b. Peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke
dalam dirinya sendiri.
c. Peserta didik sebagai individu yang selalu memeriksa
informasi baru yang berlawanan dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan
merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila sudah dianggap tidak bisa digunakan
lagi.
d. Peserta didik mengkontruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi
dengan lingkungannya.
Teori
Kontruktivisme menetapkan 4 asumsi tentang belajar, yaitu:
a. Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta
didik yang terkibat dalam belajar aktif.
b. Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat
representasi atas kegiatannya sendiri.
c. Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta
didik yang menyampaikan maknanya kepada orang lain.
d. Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba
menjelaskan obyek yang tidak benar-benar dipahaminya.
Thomas
dan Rohwer menyajikan beberapa prinsip belajar yang efektif, yaitu:
a. Spesifikasi
Sesuai dengan tujuan belajar dan karakteristik peserta didik.
b. Pembuatan
Memungkinkan seseorang mengerjakan kembali materi yang telah dipelajari,
dan membuat sesuatu menjadi baru.
c. Pemantauan yang efektif
Peserta didik mengetahui kapan dan bagaimana cara menerapkan strategi
belajarnya dan bagaimana cara menyatakannya bahwa strategi yang digunakan itu
bermanfaat.
d. Kemujaraban personal
Belajar akan berhasil apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Slavin
menyarankan 3 strategi belajar efektif, yaitu:
a. membuat catatan
b. belajar kelompok
c. menggunakan metode PQ4R (preview, question,
read, reflect, recite, review).
TOKOH-TOKOH TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF
1. Jean Piaget
Menurut Jean Piaget,
bahwa proses belajar sebenarnya
terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
a. Asimilasi yaitu proses
penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada
dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip
penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses
pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa),
dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut asimilasi.
b. Akomodasi yaitu
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa
diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian
tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
c. Equilibrasi
(penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah
ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang
memerlukan proses penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.
Proses belajar yang
dialami seorang anak pada tahap sensori motorik tentu lain dengan yang dialami
seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain lagi
yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi
(operasional kongrit dan operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi
tingkat kognitif seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya.
Dikemukakannya pula,
bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan
dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
2. David
Ausubel
Menurut Ausubel, siswa
akan belajar dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)” didefinisikan dan
dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar
adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup)
semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan
salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan
belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari.
Ausubel menggunakan istilah “pengatur lanjut” (advance organizers) dalam
penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi
bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut” itu terdiri dari bahan
verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui
peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar
terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh
siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan
lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan
informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan
diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat
kemungkinan tipe belajar, yaitu:
a. Belajar dengan penemuan yang bermakna.
b. Belajar dengan ceramah yang bermakna.
c. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna.
d. Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.
Dia berpendapat bahwa
menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta
didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang
telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika
materi yang dipelajari bermakna.
3. Jerome
Bruner
Menurut Bruner,
pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar
dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan
dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif,
bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan
adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan
keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar.
Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan
mengingat, dilanjutkan ke menerapkan,
sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang
disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.
Dalam teori belajar,
Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif
jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu.
Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
(1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau
pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan
menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang
mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk
mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat
ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada
empat tema pendidikan yaitu:
a. Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan.
b. Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar.
c. Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan
intuisi.
d. Motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan cara untuk
memotivasinya.
Dengan demikian Bruner
menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif dengan
kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun.
Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya,
asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk
menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner
dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu
informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan
minat siswa.
4. Mex
Wertheimenr
Psikologi mulai
berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar
pisiologi Gestalt adalah Mex Wertheimenr tahun1880-1943 yang
meneliti tentang pengamatan dalam problem solving. Dari
pengamatannya ia sangat menyesalkan penggunaan metode menghafal disekolah dan
menghendaki agar murid belajar denganpengertian bukan hafalan akademis (dalam Riyanto,2002).
Gestalt dalam bahasa
Jerman, berarti “Whole Configuration” atau bentuk yang utuh, pola,
kesatuan, dan keseluruhan lebih dari bagian-bagian. Dalam belajar, siswa harus
mampu menangkap makna dari hubungan antara bagian yang satu dengan bagian Yanng
lainnya. Pemaknaan makna dari hubungan inilah yang disebut memahami, mengerti
atau insight. Menurut pandangan Gestalt, semua kegiatan belajar
menggunakan insight atau pemahaman mendadak terhadap
hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Suatu
konsep yang terpenting dalam teori Gestalt adalah tentang pengamatan dan
pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antara bagian-bagian dalam suatu
situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt guru
tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi
selalu satu kesatuan yang utuh.Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau
bahan yang mengandung persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan
hubungan antar bagian.
Menurut teori Gestalt ini
pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang
dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian
berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima,
menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti
mata dan telinga.
5. Kohler
Teori yang disampaikan
oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor monyetnya dipulau
Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan bahwa belajar
adalah serta mencapainya, hasil adalah proses yang didasarkan ada insight.
6. Kurt
Lewin
Kurt Lewin, mengembangkan
suatu teori belajar Conitive-Field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian
dan pisikologi sosial. Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari
perubahan dalam struktur kognitif. Lewin berpendapat bahwa tingkah laku
merupakan hasil interaksi antar kekuatan baik yang berasal dari individu
seperti tujuan, kebutuhan tekanan kejiwaan maupun yang berasal dari luar
individu seperti tantangan dan permasalahan.[2]
2.3 Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif lebih memetingkan
proses belajar dari pada hasil belajarnya. Yang berbeda dari teori belajar
kognitif ini adalah bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon.
Adapun Kelebihan teori Kognitif adalah sebagai berikut:
1. Dapat
meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)
2. Dapat
meningkatkan motivasi.
Sedangkan Kekurangan teori kognitif adalah
sebagai berikut :
1. Untuk
teori belajar kognitif ini keberhasilan sebuah pembelajaran tidak
dapat diukur hanya dengan satu orang siswa saja , maksudnya
kemampuan siswa harus diperhatikan. Apabila kita menekankan pada keaktifan
siswa, dan tidak dapat dipungkiri ada saja siswa yang tidak aktif dalam
menanggapi suatu pelajaran, otomatis pembelajaran ini tidak akan berhasil
secara menyeluruh guru juga dituntut untuk mengikuti keaktifan
siswa, kionsekuensinya adalah guru harus rajin mempelajari hal-hal baru yang
mungkin
2. Konsekuansinya
terhadap lingkungan adalah fasilitas-fasilitas dalam lingkungan juga harus
mendukung, agar siswa semakin yakin dengan apa yang telah mereka pelajari .
APLIKASI DALAM PEMBELAJARAN KOGNITIF
1. Memperhatikan usia
siswa akan membantu guru dalam menjelaskan sebuah bahan pelajaran dengan baik,
misalnya anak usia pra sekolah dan awal sekolah lebih baik diajarkan dengan
menggunakan contoh-contoh kongkret .
2. Bahasa dan cara
berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
3. Anak-anak akan belajar
lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
4. Bahan yang harus
dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing, agar anak bisa
mencerna dan mencari hubungan antara apa yang dipelajari siswa dengan apa yang
diketahuinya di lingkungan sekitarnya.
5. Berikan peluang agar
anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
6. Di dalam kelas
hendaknya anak-anak diberi kesempatan untuk berdiskusi dan berunding dengan teman
sekelasnya, karena perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan.
Pengaplikasian teori kognitif dalam
belajar bergantung pada akomodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang
belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tidak dapat belajar dari apa
yang telah diketahui saja dengan adanya area baru, siswa akan
mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasikan.
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN DALAM TEORI PEMBELAJARAN
KOGNITIF
Adapun tahap – tahap perkembangan dalam Teori Kognitif adalah
sebagai berikut:
1. Enaktif
Dalam tahap ini peserta didik memahami lingkungan sekitar melalui pengetahuan motorik.
Dalam tahap ini peserta didik memahami lingkungan sekitar melalui pengetahuan motorik.
2. Ikonik
Dalam tahap ini peserta didik memahami lingkungan sekitar melalui visualisasi verbal/gambar-gambar
Dalam tahap ini peserta didik memahami lingkungan sekitar melalui visualisasi verbal/gambar-gambar
3. Simbolik
Dalam tahap ini peserta didik memahami lingkungan sekitar melalui simbol-simbol bahasa, logika
Dalam tahap ini peserta didik memahami lingkungan sekitar melalui simbol-simbol bahasa, logika
Contoh Pembelajaran Teori Kognitif :
Teori pembelajaran kognitif merupakan
pembelajaran yang menitikberatkan pada pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki
peserta didik (individu). Mahasiswsa Salah satu mata kuliah yang menggunakan
teori ini adalah Kalkulus.
Pada saat dosen menjelaskan sub materi
deferensial (turunan) I.Contoh pembelajaran adalah sebagai berikut: Dosen hanya
menjelaskan gambaran umum dari materi deferensial yang berupa kumpulan
rumus-rumus dasar perhitungan yang kemudian memberikan contoh-contoh soal
deferensial untuk diselesaikan dalam kurun waktu tertentu oleh masing-masing
mahasiswa.
Dengan batasan waktu yang diberikan
mahasiswa diberikan tanggungjawab dan keleluasan untuk menyelesaikan soal
dengan berdasarkan pada konsep yang telah diberikan. Selama kurun waktu
tersebut, dosen berkeliling untuk memperhatikan yang dikerjakan mahasiswa.
Setelah waktu yang ditentukan habis, dosen
mulai menunjuk beberapa mahasiswa untuk mengerjakan soal di depan kelas. Dari
proses tersebut dosen dapat menganalisis sejauh mana kemampuan dari mahasiswa
yang dididiknya.
Koreksipun akan dilakukan apabila ada
hasil kerja yang tidak sesuai setelah mahasiswa selesai mengerjakannya dan
menjelaskan letak langkah kekurangan dari hasil kerja mahasiswa. Jika memang
setelah itu tidak ada pertanyaan, maka dosen menganggap materi sudah bisa
diterima dan kembali memberikan contoh soal untuk dikerjakan di rumah dan
dikumpul pada hari tertentu.
Konsekuensi Pembelajaran Contoh
Diatas dari Sisi Guru, Siswa, dan Lingkungan Belajar Contoh pembelajaran
kalkulus tersebut dikatkan sebagai contoh dari pembelajaran kognitif .
0 komentar:
Posting Komentar