Strategi kebudayaan di Indonesia ke depan bukan hanya mencetak
masyarakat menjadi “tukang-tukang” teknologi, tetapi masyarakat harus mampu
menjadi penemu, dengan kata lain mendidik masyarakat untuk berpikir, berkata
dan bertindak yang benar. Dengan demikian masyarakat Indonesia mampu
mengkolaborasikan antara produk budaya dengan teknologi yang disesuaikan dengan
nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Hal ini ditegaskan oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang
Kebudayaan, Prof.Ir.Wiendu Nuryanti, M.Arch., Ph.D saat menyampaikan pidato
ilmiah berjudul Pembangunan Teknologi Berbasis Budaya pada Dies Natalis ke-66
Pendidikan Tinggi Teknik di Kantor Pusat Fakultas Teknik UGM, Jumat (17/2).
Windu mengatakan kegagalan dalam pembangunan teknologi adalah ketika
kita cenderung berpikir bahwa teknologi harus selalu diambil dari luar
lingkungan kita, dan tidak berpandangan untuk menggali dan memanfaatkan
teknologi yang tumbuh dari “rumah” atau lingkungan kita sendiri. Teknokrat
sering berpikir praktis pada kemudahan penerapannya, namun mengabaikan
kesesuaian penerapannya terhadap konteks dan nilai-nilai di masyarakat.
Meskipun kita harus mengadopsi teknologi dari luar, namun pemanfaatan
dan penerapan teknologi tersebut harus dapat diterima secara sosial dan berakar
kuat dalam sistem dan nilai-nilai di masyarakat, sehingga keberadaannya dapat
bertahan dalam jangka panjang.
“ Yang sering dilupakan ketika teknologi diterapkan tapi tidak sesuai
konteks dan nilai-nilai masyarakat,”ujar Wiendu.
Menurut Wiendu memasuki abad ke-21, kita harus mulai melakukan
pendekatan yang lebih holistik dalam pengembangan dan penerapan teknologi. Hal
ini antara lain membutuhkan antara lain pergeseran paradigm besar khsususnya
dalam mengontrol alam, kesadaran akan ekosistem, pelestarian budaya dan
pemulihan lingkungan, dan pola pikir baru yang mendasarkan prinsip pembangunan
berkelanjutan.
Sayangnya, seiring dengan dengan pesatnya perkembangan iptek dalam
penerapannya kurang memperhatikan atau tanggap terhadap dampak sosial, ekonomi
dan lingkungan yang bermuara pada kerusakan lingkungan alam. Pada titik ini,
muncullah kesadaran sebuah bangsa dalam pengembangan iptek yang berbasis pada
harkat dan kemanusiaan.
“Kebudayaan Indonesia yang sesungguhnya adalah kunci utama dalam
menghadapi tantangan zaman, pergaulan internasional dan fundamen filosofis
mengembangkan teknologi apapun,”tutur Guru Besar Fakultas Teknik UGM ini.
Sementara itu dalam sambutannya Dekan Fakultas Teknik UGM, Ir.Tumiran,
M.Eng, Ph.D menjelaskan bahwa dalam perjalanannya di usia ke-66 tahun telah
banyak peran yang dilakukan para dosen, mahasiswa, dan alumni yang hasilnya
dirasakan oleh masyarakat luas, tidak hanya dalam konteks nasional namun juga
internasional.Tantangan yang dihadapi oleh Fakultas Teknik akan semakin besar
seperti pertumbuhan penduduk, lapangan pekerjaan, kompetisi produk, hingga
inovasi teknologi.
“Bila keilmuwan teknik benar-benar dapat diimplementasikan sesuai
kaedah teknik, sehingga ilmu teknik benar-benar dipergunakan oleh berbagai
pihak,”kata Tumiran.
Di tempat yang sama Rektor UGM Prof.Ir.Sudjarwadi, M.Eng, Ph.D berharap
agar Fakultas Teknik bisa terus maju dan berkembang sebagai center of
excellence di dunia. Rektor juga menilai tantangan bangsa Indonesia ke depan
juga akan semakin besar apalagi di tahun 2050 dengan terus bertambahnya jumlah
penduduk.
“Tergantung kemauan kita untuk lebih percaya diri. Dengan hal itu maka
bangsa-bangsa lain di dunia akan belajar dari Indonesia,”kata Rektor.
Dalam acara yang berlangsung penuh kekeluargaan tersebut juga
diluncurkan dua buah buku karya dosen Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,
Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo. Buku tersebut berjudul Perencanaan Bangunan
Pantai dan Mentari Bersinar Lagi (Humas UGM/Satria AN)
0 komentar:
Posting Komentar